Kelebihan sekolah alam (Foto: Corbis)
SEMENTARA banyak orangtua berlomba memasukkan anaknya ke sekolah favorit atau internasional, tapi tidak sedikit orang tua yang justru melirik sekolah alam. Apa istimewanya sekolah ini?
Namanya sekolah alam sudah pasti sekolah ini mengambil tempat di sebuah area luas yang kental dengan nuansa alamnya. Ruang kelas digantikan dengan saung-saung atau rumah pohon dengan kapasitas yang mampu menampung sekitar 30 siswa.
Kursi-kursi pun ditiadakan. Sebagai gantinya, baik guru maupun siswa lesehan di kelas. Anak-anak tampak bebas berkeliaran dan bermain di arena perkebunan atau memerhatikan sejumlah hewan peliharaan sekolah hidup dan tumbuh. Ya, inilah sekilas pemandangan yang ada di hampir setiap sekolah alam.
Pada dasarnya sekolah alam mencoba mengajak siswa untuk memaknai konsep fitrah, di mana sekolah bukan lagi sebagai beban, tetapi realitas kehidupan yang karenanya ilmunya dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Masing-masing sekolah mempunyai cara tersendiri untuk membuat kegiatan belajar-mengajar jauh dari kesan membosankan, bahkan menakutkan. Seperti yang dilakukan Sekolah Pesona Alam (SPA).
Sekolah yang terletak di Bogor ini diperuntukkan bagi usia preschool. Sekolah ini mempunyai sistem Zero Mind Process, yang mengondisikan siswa yang datang ke sekolah untuk siap menerima pelajaran.
“Kami mempunyai cara unik untuk memulai pelajaran,” ungkap Irma Pramiati selaku staf di SPA.
Siswa datang disambut dengan pelukan oleh guru kelas, mereka pun diminta untuk menceritakan pengalaman mereka di hari sebelumnya. Kemudian dilanjutkan dengan senam dan bermain, sebelum akhirnya memulai kegiatan utama.
”Nah, dengan begitu anak-anak lebih siap menerima pelajaran,” imbuh Irma.
SPA menyandarkan kurikulumnya pada tiga pilar, yakni pengembangan akhlak melalui teladan, pengembangan logika dan daya cipta, serta pengembangan kepemimpinan dengan outbound dan training. Pengembangan akhlak melalui teladan dilihat siswa melalui guru mereka sebagai teladan.
Setiap melakukan pekerjaan,sang guru selalu mengajak siswa untuk memulai dan mengakhiri dengan berdoa. Adapun pengembangan logika dilakukan melalui berbagai kegiatan utama, seperti melukis, mewarnai, maupun membuat karya dari alam sekitar.
Lain lagi dengan Sekolah Alam Ciganjur (SAC) yang memiliki jargon learning is fun for us. Sekolah ini berupaya mengajak siswa untuk memanfaatkan alam sebagai media murah untuk mentransfer ilmu kepada para murid secara optimal.
“Alam memberi banyak inspirasi dan mengajak berpikir realistis. Kami percaya, semakin dekat anak dengan alam, dia akan tumbuh menjadi seorang yang bijaksana,” kata kepala Sekolah SAC Novi Hardian.
Pendekatan Experiental Learning diberikan kepada siswa oleh sekolah alam ini. Hal ini sekaligus yang menjadi titik pembeda antara sekolah konvensional dan sekolah alam.
Metode ini berprinsip, guru bukan sebagai pusat belajar namun murid itu sendiri. Jadi, lewat pendekatan ini guru hanya sebagai media yang memfasilitasi.
Menurut Ani Rahmawati selaku staf pengajar di SAC, metode experiental learning mengasah murid didiknya untuk lebih peka pada persoalan serta berpikir kritis. Bahkan dirinya mengaku menemukan kesulitan untuk menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh para siswa. Kendati demikian, keadaan ini pula yang membuatnya kian berdecak kagum.
”Lewat metode ini, siswa tidak dijejalkan berbagai rumus. Tetapi mereka ditunjukkan caranya, nanti mereka sendirilah yang akan menemukan rumus itu,” beber Ani.
Kurikulum sekolah alam menjadikan alam sebagai pusat belajar. Tidak heran, sebanyak 75 persen kegiatan belajar-mengajar dilakukan di outdoor, sedangkan selebihnya baru dilakukan di dalam kelas.
“Sejatinya hakikat belajar bisa dilakukan di mana saja, makanya tidak masalah belajar di lingkungan outdoor,” ujar Novi.
Hal yang sama juga diterapkan di Sekolah Alam Bogor (SAB). Menurut Manajer Program SD Sekolah Alam Bogor (SAB) Yasir Amarullah Mubarok, di sekolah acap kali siswa belajar di luar saung dan mengeksplorasi alam lebih jauh.
Hal ini tidak membuat orang tua lantas mengerutkan kening, sebab SPA memang menjadikan alam sebagai sumber belajar utama.
“Kami memfungsikan alam sebagai media dan bahan ajar, ruang belajar, sekaligus objek pembelajaran,” papar Yasir.
Bagi masyarakat yang masih awam, mungkin melihat sekolah alam sebagai sekolah yang unik dan belum menaruh kepercayaan untuk menyekolahkan anaknya di sini. Meski demikian, sekolah alam ini tetap saja tidak pernah surut peminat.
Bahkan jumlah peminat pun terus meningkat setiap tahun ajaran baru. Seperti SAB yang terus kebanjiran peminat yang mencapai puluhan jumlahnya.Namun, SAB menetapkan kuota hanya sebanyak 48 siswa,setiap kelas terdiri atas 24 siswa.
Bahkan banyak di antara calon siswa yang masuk ke dalam waiting list. Kenaikan peminat juga dialami oleh SPA. Sekolah yang mulanya hanya memiliki belasan siswa, kini dipenuhi siswa yang telah berjumlah puluhan.
”Kami melihat makin banyak orangtua yang mulai melirik sekolah alam sebagai pilihan tepat bagi anaknya,” kata Irma.(Koran SI/Koran SI/nsa)
bro... bikin blog ttg pinjaman mikro donk... makasih...
ReplyDelete