Bagaimana syarat sah suatu perjanjian?
Berdasarkan pasal 1320 Kitap Undang-Undang Hukum Perdata, terdapat 4 syarat suatu perjanjian dinyatakan sah secara hukum, yaitu:
1. Adanya kesepakatan untuk mengikatkan diri Bahwa semua pihak menyetujui materi yang diperjanjikan, tidak ada paksaan atau dibawah tekanan.
2. Para pihak mampu membuat suatu perjanjian Kata mampu dalam hal ini adalah bahwa para pihak telah dewasa, tidak dibawah pengawasan karena prerilaku yang tidak stabil dan bukan orang-orang yang dalam undang-undang dilarang membuat suatu perjanjian tertentu.
3. Ada hal yang diperjanjikan Perjanjian yang dilakukan menyangkut obyek/hal yang jelas.
4. Dilakukan atas sebab yang halal adalah bahwa perjanjian dilakukan dengan itikad baik bukan ditujukan untuk suatu kejahatan.
Pasal 1331 (1) KUH Perdata:
Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya qpabila perjanjian yang dilakukan obyek/perihalnya tidak ada atau tidak didasari pada itikad yang baik, maka dengan sendirinya perjanjian tersebut batal demi hukum.
Dalam kondisi ini perjanjian dianggap tidak pernah ada, dan lebih lanjut para pihak tidak memiliki dasar penuntutan di depan hakim. Sedangkan untuk perjanjian yang tidak memenuhi unsur subyektif seperti perjanjian dibawah paksaan dan atau terdapat pihak dibawah umur atau dibawah pengawasan, maka perjanjian ini dapat dimintakan pembatalan (kepada hakim) oleh pihak yang tidak mampu – termasuk wali atau pengampunya. Dengan kata lain, apabila tidak dimintakan pembatalan maka perjanjian tersebut tetap mengikat para pihak.
Kapan perjanjian mulai dinyatakan berlaku?
Pada prinsipnya, hukum perjanjian menganut asas konsensualisme. Artinya bahwa perikatan timbul sejak terjadi kesepakatan para pihak. Satu persoalan terkait dengan hukum perjanjian adalah bagaimana jika salah satu pihak tidak melaksanakan perjanjian atau wan prestasi.
Kesimpulan ; perbedaan antara perikatan dengan perjanjian, perikatan adalah suatu pengertian yang abstrak sedangkan perjanjian adalah sesuatu yang kongkret dan merupakan peristima. Perikatan yang lahir dari perjanjian memang dikehendaki oleh dua pihak yang melakukan suatu perjanjian, sedangkan perikatan tidak lahir dari undang undang diluar kemauan pihak yang bersangkutan. Pihat tersebut dikenal dengan DEBITUR dan KREDITUR.
Sumber : Vanez 2EB09
No comments:
Post a Comment