ETIKA BISNIS
Etika dan integritas
merupakan suatu keinginan yang murni dalam membantu orang lain. Kejujuran yang
ekstrim, kemampuan untuk menganalisis batas-batas kompetisi seseorang,
kemampuan untuk mengakui kesalahan dan belajar dari kegagalan.
Kompetisi inilah yang harus memanas belakangan ini. Kata itu
mengisyaratkan sebuah konsep bahwa mereka yang berhasil adalah yang mahir
menghancurkan musuh-musuhnya. Banyak yang mengatakan kompetisi lambang
ketamakan. Padahal, perdagangan dunia yang lebih bebas dimasa mendatang justru
mempromosikan kompetisi yang juga lebih bebas.
Lewat ilmu kompetisi kita dapat merenungkan, membayangkan
eksportir kita yang ditantang untuk terjun ke arena baru yaitu pasar bebas
dimasa mendatang. Kemampuan berkompetisi seharusnya sama sekali tidak
ditentukan oleh ukuran besar kecilnya sebuah perusahaan. Inilah yang sering
dikonsepkan berbeda oleh penguasa kita.
Jika kita ingin mencapai target ditahun 2000, sudah saatnya dunia
bisnis kita mampu menciptakan kegiatan bisnis yang bermoral dan beretika, yang
terlihat perjalanan yang seiring dan saling membutuhkan antara golongan
menengah kebawah dan pengusaha golongan atas.
Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan antara lain yaitu pengendalian diri, pengembangan tanggung jawab
sosial, mempertahankan jati diri, menciptakan persaingan yang sehat, menerapkan
konsep pembangunan tanggung jawab sosial, mempertahankan jati diri, menciptakan
persaingan yang sehat, menerapkan konsep pembangunan yang berkelanjutan,
menghindari sikap 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi, dan Komisi)
mampu mengatakan yang benar itu benar, dll.
Dengan adanya moral dan etika dalam dunia bisnis, serta kesadaran
semua pihak untuk melaksanakannya, kita yakin jurang itu dapat dikurangi, serta
kita optimis salah satu kendala dalam menghadapi era globalisasi pada tahun
2000 an dapat diatasi.
II.
MORAL DAN ETIKA DALAM DUNIA BISNIS
a.
Moral Dalam Dunia Bisnis
Sejalan dengan berakhirnya pertemuan para pemimpin APEC di Osaka
Jepang dan dengan diperjelasnya istilah untuk menjadikan Asia Pasifik ditahun
2000 menjadi daerah perdagangan yang bebas sehingga baik kita batas dunia akan
semakin "kabur" (borderless) world. Hal ini jelas membuat semua
kegiatan saling berpacu satu sama lain untuk mendapatkan kesempatan
(opportunity) dan keuntungan (profit). Kadang kala untuk mendapatkan kesempatan
dan keuntungan tadi, memaksa orang untuk menghalalkan segala cara mengindahkan
ada pihak yang dirugikan atau tidak.
Dengan kondisi seperti ini, pelaku bisnis kita jelas akan semakin
berpacu dengan waktu serta negara-negara lainnya agar terwujud suatu tatanan
perekonomian yang saling menguntungkan. Namun perlu kita pertanyakan apakah
yang diharapkan oleh pemimpin APEC tersebut dapat terwujud manakala masih ada
bisnis kita khususnya dan internasional umumnya dihinggapi kehendak saling
"menindas" agar memperoleh tingkat keuntungan yang berlipat ganda.
Inilah yang merupakan tantangan bagi etika bisnis kita.
Jika kita ingin mencapai target pada tahun 2000 an, ada saatnya
dunia bisnis kita mampu menciptakan kegiatan bisnis yang bermoral dan beretika,
yang terlihat perjalanan yang seiring dan saling membutuhkan antara golongan
menengah kebawah dan pengusaha golongan keatas. Apakah hal ini dapat diwujudkan
?
Berbicara tentang moral sangat erat kaitannya dengan pembicaraan
agama dan budaya, artinya kaidah-kaidah dari moral pelaku bisnis sangat
dipengaruhi oleh ajaran serta budaya yang dimiliki oleh pelaku-pelaku bisnis
sendiri. Setiap agama mengajarkan pada umatnya untuk memiliki moral yang
terpuji, apakah itu dalam kegiatan mendapatkan keuntungan dalam
ber-"bisnis". Jadi, moral sudah jelas merupakan suatu yang terpuji
dan pasti memberikan dampak positif bagi kedua belah pihak. Umpamanya, dalam
melakukan transaksi, jika dilakukan dengan jujur dan konsekwen, jelas kedua
belah pihak akan merasa puas dan memperoleh kepercayaan satu sama lain, yang
pada akhirnya akan terjalin kerja sama yang erat saling menguntungkan.
Moral dan bisnis perlu terus ada agar terdapat dunia bisnis yang
benar-benar menjamin tingkat kepuasan, baik pada konsumen maupun produsen.
Kenapa hal perlu ini dibicarakan?
Isu yang mencuat adalah semakin pesatnya perkembangan informasi
tanpa diimbangi dengan dunia bisnis yang ber "moral", dunia ini akan
menjadi suatu rimba modern yang di kuat menindas yang lemah sehingga apa yang
diamanatkan UUD 1945, Pasal 33 dan GBHN untuk menciptakan keadilan dan
pemerataan tidak akan pernah terwujud.
Moral lahir dari orang yang memiliki dan mengetahui ajaran agama
dan budaya. Agama telah mengatur seseorang dalam melakukan hubungan dengan
orang sehingga dapat dinyatakan bahwa orang yang mendasarkan bisnisnya pada
agama akan memiliki moral yang terpuji dalam melakukan bisnis. Berdasarkan ini
sebenarnya moral dalam berbisnis tidak akan bisa ditentukan dalam bentuk suatu
peraturan (rule) yang ditetapkan oleh pihak-pihak tertentu. Moral harus tumbuh
dari diri seseorang dengan pengetahuan ajaran agama yang dianut budaya dan
dimiliki harus mampu diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
b.
Etika Dalam Dunia Bisnis
Apabila moral merupakan sesuatu yang mendorong orang untuk
melakukan kebaikan etika bertindak sebagai rambu-rambu (sign) yang merupakan
kesepakatan secara rela dari semua anggota suatu kelompok. Dunia bisnis yang
bermoral akan mampu mengembangkan etika (patokan/rambu-rambu) yang menjamin
kegiatan bisnis yang seimbang, selaras, dan serasi.
Etika sebagai rambu-rambu dalam suatu kelompok masyarakat akan
dapat membimbing dan mengingatkan anggotanya kepada suatu tindakan yang terpuji
(good conduct) yang harus selalu dipatuhi dan dilaksanakan. Etika di dalam
bisnis sudah
tentu
harus disepakati oleh orang-orang yang berada dalam kelompok bisnis serta
kelompok yang terkait lainnya. Mengapa ?
Dunia
bisnis, yang tidak ada menyangkut hubungan antara pengusaha dengan pengusaha,
tetapi mempunyai kaitan secara nasional bahkan internasional. Tentu dalam hal
ini, untuk mewujudkan etika dalam berbisnis perlu pembicaraan yang transparan
antara semua pihak, baik pengusaha, pemerintah, masyarakat maupun bangsa lain
agar jangan hanya satu pihak saja yang menjalankan etika sementara pihak lain
berpijak kepada apa yang mereka inginkan. Artinya kalau ada pihak terkait yang
tidak mengetahui dan menyetujui adanya etika moral dan etika, jelas apa yang disepakati
oleh kalangan bisnis tadi tidak akan pernah bisa diwujudkan. Jadi, jelas untuk
menghasilkan suatu etika didalam berbisnis yang menjamin adanya kepedulian
antara satu pihak dan pihak lain tidak perlu pembicaraan yang bersifat global
yang mengarah kepada suatu aturan yang tidak merugikan siapapun dalam
perekonomian.
Dalam
menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain
ialah
1. Pengendalian
diri
Artinya,
pelaku-pelaku bisnis dan pihak yang terkait mampu mengendalikan diri mereka
masing-masing untuk tidak memperoleh apapun dari siapapun dan dalam bentuk
apapun. Disamping itu, pelaku bisnis sendiri tidak mendapatkan keuntungan
dengan jalan main curang dan menekan pihak lain dan menggunakan keuntungan
dengan jalan main curang dan menakan pihak lain dan menggunakan keuntungan
tersebut walaupun keuntungan itu merupakan hak bagi pelaku bisnis, tetapi
penggunaannya juga harus memperhatikan kondisi masyarakat sekitarnya. Inilah
etika bisnis yang "etis".
2. Pengembangan
tanggung jawab sosial (social responsibility)
Pelaku
bisnis disini dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya
dalam bentuk "uang" dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan
lebih kompleks lagi. Artinya sebagai contoh kesempatan yang dimiliki oleh
pelaku bisnis untuk menjual pada tingkat harga yang tinggi sewaktu terjadinya
excess demand harus menjadi perhatian dan kepedulian bagi pelaku bisnis dengan
tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk meraup keuntungan yang berlipat ganda.
Jadi, dalam keadaan excess demand pelaku bisnis harus mampu mengembangkan dan
memanifestasikan sikap tanggung jawab terhadap masyarakat sekitarnya.
3.
Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya
perkembangan informasi dan teknologi
Bukan
berarti etika bisnis anti perkembangan informasi dan teknologi, tetapi
informasi dan teknologi itu harus dimanfaatkan untuk meningkatkan kepedulian
bagi golongan yang lemah dan tidak kehilangan budaya yang dimiliki akibat
adanya tranformasi informasi dan teknologi.
4. Menciptakan
persaingan yang sehat
Persaingan
dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas, tetapi
persaingan tersebut tidak mematikan yang lemah, dan sebaliknya, harus terdapat
jalinan yang erat antara pelaku bisnis besar dan golongan menengah kebawah,
sehingga dengan perkembangannya perusahaan besar mampu memberikan spread effect
terhadap perkembangan sekitarnya. Untuk itu dalam menciptakan persaingan perlu
ada kekuatan-kekuatan yang seimbang dalam dunia bisnis tersebut.
5.
Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan"
Dunia
bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat sekarang, tetapi
perlu memikirkan bagaimana dengan keadaan dimasa mendatang. Berdasarkan ini
jelas pelaku bisnis dituntut tidak meng-"ekspoitasi" lingkungan dan
keadaan saat sekarang semaksimal mungkin tanpa mempertimbangkan lingkungan dan
keadaan dimasa datang walaupun saat sekarang merupakan kesempatan untuk
memperoleh keuntungan besar.
6. Menghindari
sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi)
Jika
pelaku bisnis sudah mampu menghindari sikap seperti ini, kita yakin tidak akan
terjadi lagi apa yang dinamakan dengan korupsi, manipulasi dan segala bentuk
permainan curang dalam dunia bisnis ataupun berbagai kasus yang mencemarkan
nama bangsa dan negara.
7. Mampu
menyatakan yang benar itu benar
Artinya,
kalau pelaku bisnis itu memang tidak wajar untuk menerima kredit (sebagai
contoh) karena persyaratan tidak bisa dipenuhi, jangan menggunakan
"katabelece" dari "koneksi" serta melakukan
"kongkalikong" dengan data yang salah. Juga jangan memaksa diri untuk
mengadakan “kolusi" serta memberikan "komisi" kepada pihak yang terkait.
8. Menumbuhkan
sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan golongan pengusaha
kebawah
Untuk
menciptakan kondisi bisnis yang "kondusif" harus ada saling percaya
(trust) antara golongan pengusaha kuat dengan golongan pengusaha lemah agar
pengusaha lemah mampu berkembang bersama dengan pengusaha lainnya yang sudah
besar dan mapan. Yang selama ini kepercayaan itu hanya ada antara pihak
golongan kuat, saat sekarang sudah waktunya memberikan kesempatan kepada pihak
menengah untuk berkembang dan berkiprah dalam dunia bisnis.
9. Konsekuen dan
konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama
Semua
konsep etika bisnis yang telah ditentukan tidak akan dapat terlaksana apabila
setiap orang tidak mau konsekuen dan konsisten dengan etika tersebut. Mengapa?
Seandainya semua ketika bisnis telah disepakati, sementara ada
"oknum", baik pengusaha sendiri maupun pihak yang lain mencoba untuk
melakukan "kecurangan" demi kepentingan pribadi, jelas semua konsep
etika bisnis itu akan "gugur" satu semi satu.
10.
Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah
disepakati
Jika
etika ini telah memiliki oleh semua pihak, jelas semua memberikan suatu
ketentraman dan kenyamanan dalam berbisnis.
11. Perlu adanya
sebagian etika bisnis yang dituangkan dalam suatu hukum positif yang berupa
peraturan perundang-undangan
Hal ini untuk menjamin
kepastian hukum dari etika bisnis tersebut, seperti "proteksi"
terhadap pengusaha lemah.
Kebutuhan tenaga dunia bisnis yang bermoral dan beretika saat
sekarang ini sudah dirasakan dan sangat diharapkan semua pihak apalagi dengan
semakin pesatnya perkembangan globalisasi dimuka bumi ini.
Dengan adanya moral dan etika dalam dunia bisnis serta kesadaran
semua pihak untuk melaksanakannya, kita yakin jurang itu akan dapat diatasi,
serta optimis salah satu kendala dalam menghadapi tahun 2000 dapat diatasi.
III.
DUNIA BISNIS
Perubahan perdagangan dunia menuntut segera dibenahinya etika
bisnis agar tatanan ekonomi dunia semakin membaik. Langkah apa yang harus
ditempuh? Didalam bisnis tidak jarang berlaku konsep tujuan menghalalkan segala
cara. Bahkan tindakan yang berbau kriminal pun ditempuh demi pencapaian suatu
tujuan. Kalau sudah demikian, pengusaha yang menjadi pengerak motor
perekonomian akan berubah menjadi binatang ekonomi.
Terjadinya perbuatan tercela dalam dunia bisnis tampaknya tidak
menampakan kecenderungan tetapi sebaliknya, makin hari semakin meningkat.
Tindakan mark up, ingkar janji, tidak mengindahkan kepentingan masyarakat,
tidak memperhatikan sumber daya alam maupun tindakan kolusi dan suap merupakan
segelintir contoh pengabdian para pengusaha terhadap etika bisnis.
Secara sederhana etika bisnis dapat diartikan sebagai suatu aturan
main yang tidak mengikat karena bukan hukum. Tetapi harus diingat dalam praktek
bisnis sehari-hari etika bisnis dapat menjadi batasan bagi aktivitas bisnis
yang dijalankan. Etika bisnis sangat penting mengingat dunia usaha tidak lepas
dari elemen-elemen lainnya. Keberadaan usaha pada hakikatnya adalah untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat. Bisnis tidak hanya mempunyai hubungan dengan
orang-orang maupun badan hukum sebagai pemasok, pembeli, penyalur, pemakai dan
lain-lain.
Sebagai bagian dari masyarakat, tentu bisnis tunduk pada
norma-norma yang ada pada masyarakat. Tata hubungan bisnis dan masyarakat yang
tidak bisa dipisahkan itu membawa serta etika-etika tertentu dalam kegiatan
bisnisnya, baik etika itu antara sesama pelaku bisnis maupun etika bisnis
terhadap masyarakat dalam hubungan langsung maupun tidak langsung.
Dengan memetakan pola hubungan dalam bisnis seperti itu dapat
dilihat bahwa prinsip-prinsip etika bisnis terwujud dalam satu pola hubungan
yang bersifat interaktif. Hubungan ini tidak hanya dalam satu negara, tetapi
meliputi berbagai negara yang terintegrasi dalam hubungan perdagangan dunia
yang nuansanya kini telah berubah. Perubahan nuansa perkembangan dunia itu
menuntut segera dibenahinya etika bisnis. Pasalnya, kondisi hukum yang
melingkupi dunia usaha terlalu jauh tertinggal dari pertumbuhan serta perkembangan
dibidang ekonomi. Jalinan hubungan usaha dengan pihak-pihak lain yang terkait
begitu kompleks. Akibatnya, ketika dunia usaha melaju pesat, ada pihak-pihak
yang tertinggal dan dirugikan, karena peranti hukum dan aturan main dunia usaha
belum mendapatkan perhatian yang seimbang.
Salah satu contoh yang selanjutnya menjadi masalah bagi pemerintah
dan dunia usaha adalah masih adanya pelanggaran terhadap upah buruh. Hal lni
menyebabkan beberapa produk nasional terkena batasan di pasar internasional.
Contoh lain adalah produk-produk hasil hutan yang mendapat protes keras karena
pengusaha Indonesia dinilai tidak memperhatikan kelangsungan sumber alam yang
sangat berharga.
OKI PUTRA/4EB09/25209294
OKI PUTRA/4EB09/25209294
No comments:
Post a Comment